Pada zaman kerajaan, seorang raja Soppeng Riaja yang visioner dan agamais bernama H. Muhammad Yusuf Andi Dagong menginisiasi mendirikan tiga mesjid didaerah kekuasaannya, salah satunya berada di Mangkoso sebagai ibukota kerajaan Soppeng Riaja.
Namun, mesjid tersebut tidak berkembang dan sangat jarang digunakan sebagai sarana ibadah oleh masyarakat sekitar sebagai akibat kurangnya pengetahuan dan pemahaman terhadap ajaran Islam.
Hal tersebut menimbulkan kegelisahan dan sekaligus sebagai motivasi dan menjadi pembangkit semangat serta pemicu untuk berusaha sekuat tenaga dalam kondisi infrastruktur yang terbatas senantiasa menginisiasi untuk membangun peradaban Islam diwilayah kekuasaannya.
Sebagai pemimpin yang visioner bersama tokoh agama setempat AGH. HM. Amberi Said melakukan pertemuan dengan tokoh masyarakat dan tokoh agama se wilayah Swapraja Soppeng Riaja untuk membuka lembaga pendidikan agama di Mangkoso.
Akhirnya H. Muhammad Yusuf Andi Dagong bersama AGH. Amberi Said melakukan perjalanan untuk menemui seorang ulama besar di Sengkang yang bernama AGH. Muhammad As'ad pemimpin Ponpes Assadiyah Sengkang, agar berkenan mengirim seorang muridnya untuk memimpin madrasah arabiyah islamiyah (MAI) di Mangkoso.
Walaupun awalnya mendapat penolakan, akan tetapi kegigihan dan keteguhan H. Muhammad Yusuf Andi Dagong, akhirnya AG. KH. Muhammad As'ad mengutus murid terbaiknya yang bernama AGH. Abdurrahman Ambo Dalle untuk memimpin MAI di Mangkoso dan berdirilah MAI Mangkoso pada tanggal 21 Desember 1938 yang sekarang dikenal Ponpes DDI Mangkoso.
Dengan menyatunya tokoh besar dan visioner, yakni H. Muhammad Yusuf Andi Dagong, AGH. Abdurrahman Ambo Dalle dan AGH. Amberi Said perkembangan pondok pesanteren DDI Mankoso memgalami kemajuan yang sangat pesat dan yang menggembirakan karena santri berdatangan dari seluruh penjuru Indonesia untuk menimba ilmu di pondok pesanteren DDI Mangkoso dan bahkan alumninya sudah memberi kontribusi besar terhadap kemajuan bangsa dan negara kesatuan republik Indonesia sampai saat ini.
Kepemimpinan AGH. Abdurrahman Ambo Dalle berlangsung selama sebelas tahun mulai 1938 sampai 1949, kemudian beliau hijrah ke Parepare untuk menjalankan tugas sebagai Khadi.
Estafet kepemimpinan diberikan kepada AGH. Amberi Said sejak tahun 1949 sampai dengan tahun 1985. Pandangan dan ketajaman memandang masa depan juga dimiliki oleh AGH. Amberi Said untuk menjaga keberlangsungan Ponpes DDI Mangkoso.
Pada tahun 1971, beliau mengirimkan putra terbaiknya bernama Muhammad Farid Wajedy untuk menimba ilmu keagamaan di Mesir. Kemudian HM. Farid Wajedy menyelesaikan pendidikan S1 pada fakultas Syariah Al Ashar Kairo, kemudian melanjutkan pendidikan S2 pada fakultas Darul Ulum Cairo University dengan predikat Cumlaude.
Beliau kemudian kembali ketanah air pada tahun 1984. Selanjutnya kepemimpinan Ponpes DDI Mangkoso diserahkan kepada AG. Prof. DR. H. Muhammad Farid Wajedy, LC, MA., sejak tahun 1985 sampai sekarang.
Beliau mewarisi kepemimpinan dua tokoh besar termasuk dari ayahnya sendiri, sehingga pondok pesanteren DDI Mangkoso sekarang ini berkembang sangat baik dan semakin menjadi pelita bagi pembangunan sumber daya manusia di Kabupaten Barru dan bahkan seluruh Indonesia.
(Sumber)